Learn, Connect, Growth | Tingkatkan Mutu Pelayanan Kesehatan Indonesia

Headline

Kita ketahui Pemerintah Indonesia secara serius menanggapi situasi kritis dengan menempatkan masalah stunting sebagai salah satu prioritas utama dalam RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) dan Stranas Stunting (Strategi Nasional Pengurangan Stunting) dengan target yang sangat ambisius yaitu 14% prevalensi stunting oleh 2024. Program pencegahan stunting pada masa prakonsepsi tidak kalah penting dalam menurunkan stunting, dengan sasaran intervensi adalah wanita usia subur yang meliputi remaja, calon pengantin dan ibu yang menunda kehamilan.

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Lestari, dkk (2023) yang bertujuan memberikan gambaran intervensi yang dilakukan untuk penanggulangan stunting pada masa prakonsepsi. Penelitian dilakukan dengan melakukan scoping review dengan pendekatan PRISMA. Penelusuran literatur menggunakan database elektronik seperti PubMed, ProQuest dan Science Direct. Tinjauan literatur dilakukan pada jurnal internasional yang terbit 5 tahun terakhir, tersedia dalam full text dan bukan hasil review.
Peneltian ini menemukan bahwa persiapan gizi prakonsepsi merupakan hal penting dalam pencegahan stunting. Pendidikan kesehatan prakonsepsi berguna untuk meningkatkan pengetahuan dalam pencegahan stunting. Pencegahan stunting sejak masa prakonsepsi diharapkan dapat menghasilkan generasi yang sehat karena kehamilan yang dipersiapkan dengan baik. Intervensi penanggulangan stunting pada masa prakonsepsi dapat berupa nutrisi maternal prakonsepsi dan pelatihan pendidikan prakonsepsi.

Artikel selengkapnya dapat di akses melalui link berikut

https://jurnal.unismuhpalu.ac.id/index.php/MPPKI/article/view/2994/2585

 

 

Penulis:
dr. Hardhantyo MPH, Ph.D, FRSPH (Peneliti Divisi Manajemen Mutu, PKMK FK-KMK UGM)

Dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan kesehatan maternal dan neonatal, penting bagi kabupaten / kota untuk memiliki sistem rujukan yang efektif dan terkoordinasi. Manual rujukan merupakan panduan yang berfungsi sebagai persiapan persalinan atau rujukan terencana bagi individu yang membutuhkan pre-emptive strategi atau strategi pencegahan. Tujuan dari manual rujukan adalah untuk mempercepat pelayanan kesehatan bagi ibu hamil, melahirkan atau bayi baru lahir yang memiliki masalah kesehatan.

Manual rujukan sangat bermanfaat pada kondisi khusus yang memerlukan penanganan segera dan tepat pada Ibu hamil maupun bayi baru lahir. Kondisi tersebut yaitu ibu hamil dengan masalah kesehatan tertentu yang memerlukan rujukan terencana agar dapat mendapatkan perawatan yang sesuai dengan kondisinya. Kedua adalah ibu hamil yang sebelumnya menjalani pemeriksaan antenatal dengan baik namun mengalami masalah saat proses persalinan, seperti komplikasi yang memerlukan intervensi medis. Ketiga, ibu yang melakukan persalinan normal namun ditemukan masalah saat masa nifas, seperti perdarahan hebat atau infeksi pasca persalinan. Keempat, bayi baru lahir yang memiliki masalah kesehatan seperti asfiksia atau kelainan bawaan yang memerlukan penanganan segera.

Melalui manual rujukan diharapkan pasien dapat tiba dengan segera di fasilitas kesehatan yang memadai untuk mendapatkan penanganan yang tepat dan tidak berputar-putar. Manual rujukan berperan penting dalam memangkas berbagai kegaduhan atau proses yang tidak perlu saat penanganan pasien, sehingga waktu yang diperlukan untuk mendapatkan perawatan dapat diminimalisir. Hal ini sangat krusial, terutama dalam kasus perdarahan pasca persalinan. Waktu emas untuk penanganan perdarahan pasca persalinan hanya berlangsung dalam waktu kurang dari dua jam setelah persalinan, di luar waktu tersebut, prognosis pasien menjadi sangat buruk. Dalam kondisi ini manual rujukan memiliki peranan penting dalam mencegah kematian.

Namun, untuk memastikan efektivitas manual rujukan, beberapa aspek perlu diperhatikan. Pertama adalah kesiapan dari tenaga dan fasilitas medis, terutama memastikan ketersediaan fasilitas PONEK sejati 24 Jam dan 7 hari dalam seminggu. termasuk petugas jaga, tenaga kesehatan masyarakat, serta tenaga layanan kesehatan di tingkat desa dan komunitas. Kedua, pendidikan dan pelatihan berkala untuk penggunaan manual rujukan perlu diberikan kepada semua petugas kesehatan yang terlibat, sehingga mereka dapat dengan baik memahami dan mengimplementasikan prosedur yang tercantum dalam manual tersebut. Ketiga adalah proses monitoring dan evaluasi sebagai bahan untuk peningkatan proses implementasi manual rujukan ini. Oleh karena itu penting bagi daerah untuk melakukan penyesuaian dan adaptasi manual rujukan sesuai dengan konteks lokal. Berbagai faktor-faktor seperti kepercayaan, norma dan preferensi kultural perlu menjadi pertimbangan dalam merancang dan mengimplementasikan manual rujukan.

Pengembangan sistem rujukan dan peningkatan mutu pelayanan kesehatan rujukan menggunakan framework dari WHO yaitu framework penilaian kinerja sistem kesehatan WHO building blocks framework. Framework ini menggunakan enam building blok untuk menentukan langkah dan indikator monitoring kegiatan yaitu layanan kesehatan yang diberikan (service delivery), tenaga kesehatan (health workforce), sistem informasi kesehatan (health information systems), akses pada pengobatan esensial (access to essential medicines), pembiayaan (financing), dan (vi) kepemimpinan (leadership).

23mei

Gambar: Kerangka kerja implementasi manual rujukan

Dokumen pengambangan manual rujukan kabupaten/Kota lebih lengkap dapat diakses melalui link berikut

tautan manual rujukan

 

Kerjasama dalam rangka implementasinya dapat menghubungi Andriani Yulianti, melalui email: This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.

 

 

 

Case management di Indonesia dikenal dengan Manajemen Pelayanan Pasien (MPP) dan case manager disebut dengan Manajer Pelayanan Pasien (MPP). Fungsi case manager yaitu melakukan asesmen, perencanaan hingga evaluasi, koordinasi, advokasi, edukasi, serta kendali mutu dan biaya. Case manager dalam menjalankan peran dan fungsinya banyak mendapat tantangan baik dari pasien/keluarga, Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP), Perawat Penanggung Jawab Pasien (PPJA), Profesional Pemberi Asuhan (PPA) lainnya, kepala ruangan, penunjang medis, penjamin dan RS/Yankes lain dalam sistem rujukan.

Tujuan penerapan case management adalah memberikan pelayanan pasien/keluarga yang komprehensif, aman, terintegrasi, terkoordinasi dan bermutu dengan pembiayaan yang efektif. Sebuah studi yang dilakukan oleh Mardean Y dkk., (2021) berupa case study dimulai dari identifikasi, analisis dan penetapan prioritas masalah, penyusunan plan of action, implementasi, sampai evaluasi, dengan sampel yakni semua case manager atau total sampling berjumlah 23 orang.

Identifikasi masalah didapatkan 5 (lima) masalah fungsi manajer. Prioritas pertama adalah belum optimalnya fungsi pengarahan dalam pedokumentasian case manager. Selanjutnya disusun analisis masalah menggunakan fishbone, Plan of Action (POA), implementasi dan evaluasi bersama tim case manager dan Bidang Pelayanan Keperawatan RSUPN DR. CIPTO MANGUNKUSUMO dengan luaran draft SPO (Standard Procedure Operational) Pendokumentasian Case Manager.

Artikel lebih lengkap dapat di akses melalui link berikut : https://journal.ppnijateng.org/index.php/jkmk/article/view/865 

Phantom billing adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan praktik penerbitan tagihan oleh penyedia layanan kesehatan yang tidak sah atau tidak pantas, atau disebut juga klaim palsu yang merupakan klaim atas layanan yang tidak pernah dilakukan/diberikan kepada pasien, seperti: 1) Penagihan tindakan medik operatif yang tidak pernah dilakukan; dan Penagihan obat/alat kesehatan di luar paket INA-CBG yang tidak diberikan kepada pasien (Permenkes 16 tahun 2019). Dalam konteks jaminan kesehatan nasional, praktik ini dapat berdampak pada kesehatan masyarakat secara dan mutu layanan kesehatan yang diberikan, karena mengurangi kepercayaan publik pada sistem kesehatan dan menghambat akses ke perawatan yang sesuai.

Sebuah studi literatur review yang dilakukan oleh Ratu CA & Anggraeni DF, 2023 mengenai fenomena phantom billing dalam Jaminan Kesehatan Nasional melihat kejadian phantom billing, faktor penyebab dan dampaknya, bagaimana sistem pencegahan fraud di Indonesia serta pembelajaran dari sistem pencegahan fraud di negara lain. Studi literatur dilakukan dengan mengumpulkan data dari beberapa artikel, jurnal, textbook, dan regulasi terkait phantom billing dalam JKN. Phantom billing dapat disebabkan karena kurangnya akurasi pengkodean, adanya kesempatan, adanya rasionalisasi atau adanya kemampuan untuk melakukan fraud.

Secara keseluruhan, fenomena phantom billing adalah masalah yang kompleks dalam sistem jaminan kesehatan nasional. Namun, dengan strategi yang tepat dan kerjasama antara otoritas kesehatan, penyedia layanan kesehatan, dan masyarakat, praktik ini dapat diatasi dan kepercayaan publik pada sistem kesehatan dapat ditingkatkan.

Selengkapnya

 

Sumber:

  • Ratu CA, Anggraeni DF. Fenomena Phantom Billing dalam Jaminan Kesehatan Nasional: Literature Review.
  • Kemenkes. 2019. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2019 tentang Pencegahan dan Penanganan Kecurangan (Fraud) serta Pengenaan Sanksi Administrasi terhadap Kecurangan (Fraud) dalam Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI