Part 1
Morning Plenary
Patient-Reported Outcome Measurement (PROM): Past, Present, and Future – A Personal Account
Patient-Reported Outcome Measurement (PROM) adalah alat pengukuran yang digunakan untuk menilai patient-reported outcome (PRO). PROM memungkinkan baik pasien dan dokter untuk berkomunikasi dan menelusuri pencapaian tujuan dan hasil dari pelayanan kesehatan. Menggunakan PROM melalui instrumen survei, wawancara dan atau pengukuran indikator output kesehatan tidak hanya memungkinkan penyedia layanan kesehatan untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang pelayanan mereka, tetapi juga memungkinkan pasien untuk lebih memperhatikan kebutuhan khusus mereka dan mengkomunikasikan hal tersebut kepada penyedia layanan mereka sebelum mereka melakukan kunjungan ke fasyankes (Baca lebih lanjut di https://www.hal-health.org)
Penggunaan PROM untuk apa?
- Health system : Performance assessment, value for money
- Healthcare provider organization: benchmarking, quality improvement
- Clinical trials: screening, treatment outcomes
- Clinical practice: diagnosis, monitoring progress
- Information for patients or clinicians: choice of provider, choice of treatment
Royal Address
Dalam pidato yang disampaikan oleh His Royal Highness Sultan Nazrin Muizzuddin Shah Ibni Almarhum Sultan Azlan Muhibbuddin Shah Al-Maghfur-Lah, dibahas mengenai Artificial Intelligent (AI). Artificial Intelligent membawa keuntungan dan kemudahan dalam pelayanan tetapi tetap diutamakan hubungan interpersonal antara tenaga medis dan pasien.
Penulis: Hanevi Djasri dan Novika Handayani
Part 2
Who Needs QI (Quality Improvement) Education?
- Quality improvement berpengaruh kepada:
- Individual : staff
- Pelayanan dan fasilitas
- Organisasi
- Dalam melakukan QI kolaborasi sangat penting
- Setiap orang butuh QI education terutama praktisi klinis dalam penyampaian hal-hal klinis
- Cara menjelaskan kompleksitas kepada staff untuk mencapai kinerja yang lebih baik akan membantu staff dalam melakukan perubahan
- E-learning tidak bisa dianggap remeh termasuk untuk pasien karena bisa di akses dimana saja dan oleh siapa saja
Panel debat ini tentunya sepakat semua perlu mendapatkan pelatihan QI, namun yg diperdebatkan adalah seberapa dalam materi pelatihan dan bagaimana cara melatihnya?
Penulis: Dewi Fankhuningdyah dan Hanevi Djasri
Data For Improvement
Materi 1. Positive Deviance to Improve Patient Safety: Learning from Four Studies in the UK
Good practice to scalling up the improvement -> Dilakukan dengan terlebih dahulu mengidentifikasi unit atau layanan yang akan menjadi prioritas, secara konsisten melakukan pengumpulan data baik yang sedang ditingkatkan maupun temuan-temuan baru dari tracer. Hal ini dilakukan dengan konsep bradley fourstep (routine collect, identify, explore, analisa kuantitatif, diseminasi) dilakukan praktek pada 4 unit yaitu eldelry medical ward, hip and knee surgery untuk surgical pathway, general practice, dan transition of care.
Untuk melakukan improvement secara konsisten diperlukan team multidisiplin yang secara aktif berintegrasi di area yang berbeda.
Materi 2: Measured for Safety - The Apollo Quality Program
Quality dashboard untuk meningkatkan konsistensi improvement dimulai secara konsisten dengan melakukan berbagai audit di berbagai macam aspek dari keselamatan pasien. Semua temuan tersebut langsung di ekskalasi di top management dan kemudian di turunkan ke masing-masing manager dan unit. Masing-masing unit kemudian melakukan Root Cause Analysis (RCA) dan menindaklanjuti dengan solusi yang sesuai. Berbagai macam temuan serta solusi tersebut memiliki timeline yang divisualisasikan pada dashboard tersebut. Karena Apollo juga mengalami turnover pegawai yang tinggi, salah satu solusi yang mereka lakukan adalah dengan menstandarisasi dengan baik dan detail berbagai macam prosedur yang sudah terbukti dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Materi 3. A Clinical Practice Improvement Project to Reduce the Rate of Central Line Associated Bacteraemia in Haemodialysis Catheters (CLABSI)
Penurunan infeksi ini dilakukan dengan melakukan bundle pencegahan yang diantaranya adalah menggunakan Personal Protective Equipment (PPE), antibacterial disc, removal bungs, transparant dressing dan edukasi pasien (agar pasien tahu tanda-tanda infeksi dan melaporkan dengan segera). Another highlights : RS dapat melakukan audit pada pasien-pasien dengan diagnosa sepsis untuk mengetahui apakah memang RS sudah merespon dengan cepat pasien dengan tanda-tanda sepsis.
Penulis: Dewi Fankhuningdyah (RS Pelni)
A National Approach to Sustainable Quality Improvement, The Experience from Ireland
Belajar dari Irlandia yang saat ini juga sedang menyusun NQPS seperti Indonesia. Mereka menetapkan framework yg terdiri dari:
- Metode Improvement
- Keterlibatan staf
- Keterlibatan pasien dan keluarga
- Kepemimpinan mutu
- Tatakelola manajemen mutu
- Pengukuran mutu
Catatan untuk Indonesia: framework ini sepertinya bisa digunakan untuk level fasyankes atau daerah atau nasional. Lebih lanjut dapat dibaca di www.qualityimprovement.ie
Penulis: Hanevi Djasri
Hospitals accreditation in Different Countries and Context
Akreditasi rumah sakit merupakan kebijakan dengan mekanisme yang kompleks dan banyak diadopsi untuk memastikan mutu pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Meskipun banyak pertanyaan tentang dampaknya, mempertimbangkan kompleksitas mekanisme, jauh lebih penting kita melakukan:
- Pembelajaran dari apa yang berhasil dalam sistem ini (bukan lagi mempertanyakan apakah bermanfaat)
- paya berkelanjutan untuk update standar dan memperbaiki metode penilaian
- Mempertimbangkan keragaman satu standard tidak mungkin cocok untuk semua kondisi
- Mengurangi beban yg ditimbulkan dalam progtam akreditasi utk semua stakeholders
Pembelajaran dari Qatar: Integrasi antara lisensi dan akreditasi sebagai satu mekanisme berkelanjutan dengan framework yang sama. Lisensi fokus pada persyaratan mendasar, aspek struktur seperti fasilitas, tekhnologi, dan lingkungan. Sedangkan akreditasi berfokus pada kemampuan meningkatkan mutu berkelanjutan.
Pembelajaran dari Taiwan : Terdapat empat strategi yaitu: 1) Memastikan standar update melalui kajian, menurunkan jumlah item pada jumlah yang optimim antara beban dan kemampuan pembeda, termasuk menurunkan frekuensi document check, dan pelibatan pasien; 2) standarisasi surveyor sebagai upaya mengendalikan variasi; 3) memaksimalkan penggunaan teknologi informasi dalam proses, dokumentasi, merapatkan jarak pelaporan (setiap minggu...untuk memastikan berkelanjutan) sekaligus mendorong pemanfaatan data; 4) program monitoring dan peningkatan mutu berkelanjutan : upaya benchmarking rumah sakit berdasarkan indikator mutu yang disepakati
Pembelajaran dari Australia: Berbeda dengan dua negara lain, akreditasi bukan regulatory, dan voluntary. Berdasarkan kerangka mutu dan keselamatan pasien nasional sebagai acuan standar dan strategi. Updating standar di lakukan dengan memberikan penguatan pada aspek clinical governance untuk meningkatkan physician engagement pada mutu, disamping clinical governance adalah backbone bagi mutu dan keselamatan pasien
Pertanyaan dan tantangan ke depan
- Standarisasi assessor and surveyor
- Apakah menjamin mutu dan keselamatan pasien 100%
- Motif yang mendasari, kewajiban atau kebutuhan
- Berapa biaya mutu, apakah bermakna
Refleksi untuk Indonesia: Apakah kita Indonesia berada dalam track yang tepat? What can we do to improve? Studi menggunakan data, evidence based policy dengan keterbukaan data akan membantu kita menemukan bright spot, belajar dan berbagi dari keberhasilan dan tidak berfokus pada kelemahan...
Penulis: Viera Wardhani
Primary and Community Based Care
Materi 1. The Health Care Home and The Quadruple Aim
Quadruple aim terdiri dari:
- Patient experience
- Cost
- Staff engagement
- Clinical indicator
Dalam rangka mencapai quadruple aim salah satunya adalah dengan mengembangkan layanan homecare yang berfokus pada pasien
Materi 2. Children and Young People’s Contacts in Primary Care Within 3 days of an Admission to Hospital with Meningitis
Pemaparan mengenai hasil riset pasien meningitis usia < 25 tahun pada tahun 2001 sampai 2013. Kesimpulan yang didapat adalah 59% tidak ada catatan lanjutan dari DPJP karena dokter kesulitan membedakan penyakit meningitis dengan penyakit pada umumnya dan 31% yang sudah terdiagnosa meningitis dirujuk dari luar rumah sakit biasanya berobat
Materi 3. Better communication with eConsult
Latar belakang pembuatan eConsult adalah sulitnya mengakses dokter spesialis di Kanada. Penggunaan eConsult menggunakan modul berbasis website yang tersebar di 8 negara bagian di Kanada. Metode eConsult seperti modul email yaitu mengisi form registrasi yang berisisi identitas, keluhan dan dokter spesialis yang diinginkan. Dalam beberapa hari berikutnya akan ada jawaban dari dokter spesialis terkait yang berisikan diagnosa dan resep.
Penulis: Dewi Fankhuningdyah
Applying Structured Quality Improvement Methods to Reduce HIV-Related Stigma and Discrimination in Healthcare Facilities: Implementation of the Southeast Asia Stigma Reduction Learning Network
Stigma dalam pelayanan dapat memunculkan adanya diskriminasi pada gender, suku, status sosial dan ekonomi. Namun yang menjadi perhatian adalah stigma dan diskriminasi dapat memunculkan konsekuensi yang berat. Bahwa seseorang dgn HIV/AIDS yang seharusnya mendapat pelayanan atau pengobatan dalam penyembuhan penyakit tetapi justru menolak untuk mendapatkan pengobatan sehingga meningkatkan infeksi pada penderita HIV/AIDS serta meningkatkan kematian.
Tujuan
- Mendukung Kementerian Kesehatan untuk mengimplementasikan quality improvement melalui networking untuk menurunkan stigma dalam pelayanan kesehatan dengan melakukan perubahan dalam pemeriksaan, pemeriksaan rutin dan membina kelompok dengan penderita HIV/AIDS
- Mengimplementasikan kebijakan yang mengajak secara aktif penurunan stigma dalam aktivitas pelayanan kesehatan
- Mendukung patient support group agar berperan aktif dalam pengambilan keputusan pelayanan kesehatan di tingkat fasilitas, regional dan level nasional
- Saling bertukar pengetahuan yang meningkatkan pengetahuan tentang bagaimana sebuah stigma dapat diturunkan dalam fasilitas pelayanan kesehatan, yang akan mengubah kehidupan orang dengan HIV/AIDS di Asia Tenggara dan dunia
Proses perbaikan outcome:
- Clinical performance data
- Survey pelayanan kesehatan
- Feedback pasien
Ketiganya menghasilkan hasil yang baik
Intervensi yang dilakukan:
- Sosialisasi informasi
- Mengubah alur pelayanan klinik
- Konseling dan support
- Melakukan analisis terhadap gap antar komuniti
- Rutin melakukan assesment terhadap staff dan pasien terkait stigma didalam pelayanan kesehatan
- Membuat strategi untuk meningkatkan frekuensi interaksi pasien dan pelayan kesehatan
Kesuksesan implementasi:
- Koordinasi dan kerjasama antara kementerian kesehatan, masyarakat dan organisasi sosial
- Integrasi antara data dari pasien dan pelayanan kesehatan dalam pelayanan rutin untuk meningkatkan aktivitas QI
- Meningkatkan level pemahaman dalam menilai stigma dan diskriminasi serta mengaplikasikan QI dalam proses menurunkan stigma tersebut
- Mengadopsi secara bertahap dan memahami bagaimana menggunakan data tersebut untuk aktivitas QI
- Mengembangkan sebuah konsensus tentang stigma terkait HIV dan diskriminasi dapat dilakukan dan diturunkan
Penulis: Dewi Fankhuningdyah
Innovations and Improvement in Low and Middle-Income Countries (LMIC)
Beban Pelayanan di LMIC salah satunya adalah perawatan yang berkualitas buruk dengan jumlah kematian sebesar 5,74 sampai dengan 8,47 juta atau diatas 15% dari kematian tahunan WHO. Angka kematian tertinggi dari total kematian diantaranya adalah trauma, diakibatkan oleh tidak adanya penilaian kualitas layanan.
Maka dari itu di buatlah National Quality Policy dan Strategy (NQPS)
Mengapa harus di buat NQPS?
- Menciptakan budaya yang mendukung penyedia layanan untuk memberikan dan menuntut pelayanan yang berkualitas
- Menyatukan berbagai intervensi mutu yg sistematis dan terorganisir untuk meningkatkan kualitas pelayanan
- Menciptakan komitmen tingkat tinggi terhadap mutu melalui keterlibatan para pemangku kepentingan dan pembangunan konsensus untuk mewujudkan tujuan kesehatan nasional
- Memperjelas struktur untuk akuntabilitas pemerintah dan pemantauan upaya mutu nasional
Global Learning Laboratory (GLL) WHO for Quality in UHC
Tujuan:
- Untuk mengeksplorasi pembelajaran global yang melibatkan mutu dalam konteks UHC
- Untuk memberikan contoh pembelajaran negara dalam kebijakan dan strategi mutu pelayanan kesehatan nasional
- Untuk menguji penerapan kemitraan antara lembaga lain untuk peningkatan pelayanan kesehatan di tingkat fasilitas
Transformasi pembelajaran
- Hasil sebelumnya di implementasikan
- Fokus pada masalah dibalik peningkatan mutu pelayanan kesehatan
- Apa, Siapa, Bagaimana, Kapan, Mengapa
- Fokus ke kesehatan global yang digerakkan secara lokal
- Pelajari lebih lanjut tentang perubahan kunci yang dapat mengubah layanan-layanan di semua tingkat sistem kesehatan dan seterusnya
Cara Menangkap pengetahuan?
- Pengetahuan: ide, konsep atau teori dari anggota GLL untuk meningkatkan pemahaman dan menginformasikan implementasi dalam bidang subjek tertentu
- Ringkasan Tindakan: Intervensi atau tindakan lokal dari pekerjaan negara GLL yang dapat diadaptasi untuk diterapkan di negara lain
- Snapshot: Infografis yang membantu mengomunikasikan pesan utama pada tautan antara mutu, UHC, dan bidang subjek tertentu.
- Ubah Peringatan: terobosan praktis Succint yang meningkatkan mutu pelayanan yang membutuhkan diseminasi cepat melalui GLL
Pembelajaran dari Malaysia
Di Malaysia, Quality Assurance Program dikembangkan pada tahun 1985 dengan tujuan untuk menetapkan mekanisme untuk memantau mutu layanan, mendeteksi kekurangan dalam mutu, untuk menyelidiki secara sistematis dan melembagakan langkah-langkah perbaikan dalam peningkatan mutu.
Kementerian Kesehatan Malaysia telah merencana aksi kesehatan malaysia untuk tahun 2016 sampai dengan 2020 melalui berbagai macam strategi.
Contoh intervensi di Malaysia untuk peningkatan mutu:
- Melibatkan individu, keluarga, dan masyarakat
- Mengunjungi rumah setelah melahirkan
- Survei kepuasan pelanggan
- Survei pengalaman pasien
- Keselamatan Pasien
Kesimpulan: Malaysia akan terus beradaptasi dengan konteks saat ini dan masa depan serta mengatasi berbagai tantangan terhadap sistem pelayanan kesehatan. Perlu didefinisikan dengan pemikiran baru dan pendekatan baru agar tetap relevan, penting dan "menarik" serta memastikan bahwa pasien dan keluarga mereka mendapat pelayanan yang aman, efektif, dan berpusat pada pasien.
Penulis: Dewi Fankhuningdyah
Part 3
Using the patient's voice to improve outcomes
Tujuan dari menggunakan “suara” pasien adalah untuk meningkatkan:
- Outcome untuk diri mereka sendiri
- Outcome pasien lain
- Memperbaiki desain mikrosistem
- Memperbaiki desain makrosistem
Di USA, IORA Primary care mengembangkan sebuah sistem dimana dokter pada fasilitas pelayanan kesehatan primer memiliki peran sebagai health coach. Health coach berperan dalam membantu pasien mencapai tujuan kesehatannya, baik dalam penanganan suatu penyakit atau perubahan gaya hidup yang lebih baik, contohnya pada pasien yang ingin berhenti merokok. Satu health coach akan bertanggung jawab untuk tiga pasien. Health coach akan membantu pasien mencapai tujuan yang diinginkan, memastikan pasien mengerti akan diagnosis dan pengobatan yang akan diterima dan menjadi jembatan antara pasien dan dokter penanggung jawab pasien di rumah sakit. Sehingga, fungsi dari health coach adalah “mendengarkan” pasien. Selain itu, pasien diberi semangat untuk membentuk perkumpulan dengan pasien lain agar saling menyemangati dan belajar satu sama lain untuk mencapai tujuan masing-masing. Contohnya adalah diabetes club dan woman’s club. Selain itu juga dibentuk patient and family advisory board, dimana survei pasien (tentang kesehatan, pelayanan yang diterimanya dan tujuan yang ingin dicapai pasien) dilakukan setiap hari untuk setiap pasien. Dengan mengajak perwakilan pasien dan meminta mereka untuk berpendapat, membuktikan proses advokasi untuk perubahan kebijakan menjadi lebih kuat.
Patient-Centered Care
Hubungan pasien dan pemberi layanan kesehatan (provider)
Planetree, sebuah organisasi yang fokus di bidang perspektif pasien, mengatakan bahwa mendapatkan feedback dari pasien adalah hal yang penting. Planetree mengembangkan sebelas kriteria/dimensi inti pelayanan yang berpusat pada pasien (patient-centered care), yaitu:
- Struktur yang diperlukan untuk perubahan budaya (menjadi budaya patient-centered care)
- Fungsi yang diperlukan untuk perubahan budaya (menjadi budaya patient-centered care)
- Interaksi manusia
- Edukasi pasien
- Pilihan
- Tanggung jawab (dari pilihan yang diambil)
- Keterlibatan keluarga
- Makanan dan nutrisi
- Lingkungan yang mendukung penyembuhan
- Komunitas yang sehat
- Pengukuran
Kriteria berfokus pada pengalaman pasien, pengalaman anggota keluarga, staf medis, tim kepemimpinan, penasehat pasien dan keluarga, dan anggota dewan. (Lengkapnya dapat di klik di https://planetree.org/designation-2/)
Penulis: Novika Handayani
Part 4
GOVERNANCE, LEADERSHIP AND HEALTH POLICY
Title : Succession of Physician Leadership and Talent Management in Public, Private and Military Hospital
Speaker : Arifatul Khorida
Chair : Bruno Lucet
Kepemimpinan di RS merupakan hal yang penting bagi kualitas pelayanan pasien maupun kualitas RS. Sesuai peraturan yang berlaku di Indonesia, direktur RS harus seorang dokter. Keharusan ini membutuhkan adanya pengembangan kepemimpinan dari para dokter, atau jika tidak ada pengembangan kepemimpinan dokter maka akan terjadi kekurangan kandidat yang memiliki kualifikasi kepemimpinan. Sehubungan dengan itu, hal yang menantang untuk diketahui dan dipersiapkan adalah: bagaimana kesiapan dokter dan RS? Bagaimana peran jenis kepemilikan RS? Bagaimana mempersiapkan dokter menjadi pemimpin?
Studi dilakukan untuk mengukur keinginan, kebutuhan dan kapasitas kepemimpinan dokter, mengukur dan mengeksplorasi kesiapan dokter dan RS, mengeksplorasi suksesi kepemimpinan dokter di RS pemerintah, swasta dan militer untuk mengembangkan strategi talent management. Dengan metode penelitian kuantitatif dan kualitatif (mixed method), studi dilakukan di 5 RS (2 RSUD, 2 RS Swasta dan 1 RS Militer), melibatkan 67 dokter, 5 pemilik RS, 5 direktur utama RS, 5 direktur medik/wadir pelayanan medik, 5 dokter pejabat struktural, 5 dokter fungsional dan 5 kasubag kepegawaian/SDM RS.
Semua dokter di seluruh kepemilikan rumah sakit merasakan kebutuhan pengembangan kepemimpinan yang sama, memiliki kapasitas kepemimpinan positif yang sama, tetapi lebih banyak dokter militer menyatakan keinginan untuk menjadi pemimpin dan merasakan kesiapan TM di rumah sakit mereka.
Beberapa poin penting:
- Ada kekurangan dokter yang siap karena tidak disiapkan sebagai pemimpin
- Talent Management diperlukan untuk mengembangkan kepemimpinan dokter
- Kesiapan TM di rumah sakit umum dan swasta berbanding terbalik dengan keinginan dan kebutuhan pengembangan kepemimpinan dari para dokter
- Rumah sakit militer memiliki kesiapan TM yang lebih baik dan suksesi kepemimpinan dokter yang lebih baik dibandingkan dengan RS pemerintah maupun RS swasta.
- Rumah Sakit dapat mengadopsi strategi TM untuk mempersiapkan dokter dan suksesi kepemimpinan
Pertanyaan:
- Delegasi Irlandia:
- Mengapa direktur RS harus dokter?
- Jika harus dokter, sedangkan dokter terbatas atau tidak mampu, apakah akan dilatih atau anda akan menyarankan profesi lain untuk menjadi direktur (di Irlandia, Nurse lebih concern dengan manajemen RS)
- Delegasi Malaysia:
Jika di Irlandia tidak wajib dokter, di Malaysia sama dengan di Indonesia. Jika tidak ada dokter yang siap menjadi Direktur Utama, minimal Direktur Pelayanan Medik harus seorang dokter.
Tanggapan:
Untuk delegasi dari Irlandia:
- Sesuai dengan amanat undang-undang rumah sakit yang berlaku di Indonesia
- Kami menyarankan agar dikembangkan talent management untuk mempersiapkan suksesi kepemimpinan dokter. Pengembangan TM sangat memungkinkan dilaksanakan di RS jika pemilik RS dan manajemen RS mendukung pelaksanaan TM ini.
dr. Arifatul Khorida, MPH
Part 5
Laporan Presentasi Poster dan Presentasi Oral
Tim Penyusun National Quality Policy and Strategy Indonesia yang terdiri dari PKMK FKKMK UGM dan Direktorat Mutu dan Akreditasi Pelayanan Kesehatan, Kementerian Kesehatan mempresentasikan poster terkait Analisis Situasi Mutu Pelayanan Indonesia sebagai tahapan awal penyusunan NQPS. Poster berjudul :
- A Situational Analysis of The Indonesian National Quality Policy and Strategy: A Review of Regulatory Documents Related to Health Care Quality in Indonesia
- A Situational Analysis of The Indonesian National Quality Policy and Strategy: A Review of Methods and Interventions in Health Care Quality Improvement
Kedua poster ini menjelaskan tentang tahapan penyusunan NQPS, hasil tinjauan literatur terhadap dokumen regulasi terkait mutu pelayanan kesehatan dan hasil identifikasi metode dan intervensi peningkatan mutu yang telah dilakukan di Indonesia.
dr. Dhimas Hari Sakti, Sp.M perwakilan Departemen Ilmu Kesehatan Mata FKKMK UGM-RSUP Dr.Sardjito mempresentasikan poster hasil penelitian berjudul “Quality of Eye Care Services in Outpatient Clinic: an Evaluation for Improvement Through Patient’s Perspective”. Penelitian ini ingin mengetahui aspek-aspek kepuasan pasien melalui tool PSQ-18. Hasil yang dianggap pasien masih kurang adalah waktu antara dokter-pasien.
dr. Arifatul Khorida, MPH, perwakilan dari RS Jiwa Aceh mendapat kesempatan presentasi oral selama 15 menit, membawakan hasil penelitiannya yang berjudul “Succession of Physician Leadership and Talent Management in Public, Private and Military Hospital”. Studi dilakukan untuk mengukur keinginan, kebutuhan dan kapasitas kepemimpinan dokter, mengukur dan mengeksplorasi kesiapan dokter dan RS, mengeksplorasi suksesi kepemimpinan dokter di RS pemerintah, swasta dan militer untuk mengembangkan strategi Talent Management (TM). Beberapa hasilnya adalah:
- Talent Management diperlukan untuk mengembangkan kepemimpinan dokter
- Kesiapan TM di rumah sakit umum dan swasta berbanding terbalik dengan keinginan dan kebutuhan pengembangan kepemimpinan dari para dokter
- Rumah sakit militer memiliki kesiapan TM yang lebih baik dan suksesi kepemimpinan dokter yang lebih baik dibandingkan dengan RS pemerintah maupun RS swasta.
- Rumah Sakit dapat mengadopsi strategi TM untuk mempersiapkan dokter dan suksesi kepemimpinan
Rr. Tutik Sri Hariyati, perwakilan dari Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, mempresentasikan hasil penelitiannya yang berjudul “Implementation of The Nurse Corner Comptency to Improve Critical Thinking and Satisfaction”. Studi ini dilakukan untuk meningkatkan profesionalisme perawat, mempromosikan pembelajara berkelanjutan dan meningkatkan kepuasan perawat sehingga akan meningkatkan kualitas pelayanan, keselamatan pasien dan mengurangi kejadian pergantian perawat.
dr. Viera Wardhani, M.Kes perwakilan dari Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya mempresentasikan poster penelitian yang berjudul “Hospital Acrreditation Status in Indonesia: Factors Explaining its Sustainability”. Evaluasi keberlanjutan akreditasi rumah sakit berdasarkan data prospektif penting untuk menilai budaya peningkatan mutu yang berkelanjutan. Studi ini bertujuan untuk mengetahui keberlanjutan akreditasi RS dan hubungannya dengan karakteristik RS serta kesenjangan geografis.