Learn, Connect, Growth | Tingkatkan Mutu Pelayanan Kesehatan Indonesia

Headline

Ancaman terbesar bagi kesehatan global adalah kekurangan tenaga kerja, sehingga Dewan Perawat Internasional menuntut tindakan agar berinvestasi dalam keperawatan, perlindungan dan keselamatan perawat pada Hari Perawat Internasional yang diperingati pada tanggal 12 Mei 2022. Tuntutan tersebut dilakukan untuk membantu perawat, penyedia layanan kesehatan lainnya, pemerintah, dan organisasi internasional untuk menjalankan strategi global menjadi sebuah tindakan lokal yang bermakna dalam meningkatkan praktik klinis di lapangan. Hari Perawat Internasional juga menjadi momentum yang baik untuk mengingatkan kembali kepada kita semua bahwa perawat memiliki peran penting dalam pemberian pelayanan kesehatan dasar. Mereka berkontribusi pada penelitian, pencegahan penyakit, merawat yang terluka, memberikan perawatan paliatif, dan lain-lain.

International Council of Nurses (ICN) President Dr Pamela Cipriano menyatakan bahwa Perawat telah memberikan segalanya dalam perang melawan COVID-19, Ebola, di daerah bencana dan di zona perang. Namun, kondisi saat ini profesi perawat terus menghadapi permasalahan diantaranya; kekurangan staf, kurangnya perlindungan, beban kerja yang berat, dan upah yang rendah. Dr Pamela juga menyerukan untuk mengambil tindakan nyata dalam mengatasi keselamatan kerja, melindungi perawat dan menjaga kesehatan fisik dan mental mereka. Akses ke perawatan kesehatan masyarakat yang terpenting adalah aman, terjamin, mampu secara ekonomi dan adil, tetapi itu tidak dapat dicapai kecuali ada cukup perawat untuk memberikan perawatan yang dibutuhkan.

Pemerintah diharapkan segera memprioritaskan investasi dalam keperawatan dan tenaga kesehatan, karena sebanding dengan pentingnya demi masa depan masyarakat dimanapun. Laporan International Nurses Day (IND) 2022 berfokus pada dua prioritas strategis yang sangat penting yang telah menjadi yang terdepan selama dua tahun terakhir: berinvestasi dan memprioritaskan keselamatan pekerja perawatan kesehatan dan merawat kesehatannya dan kesejahteraan perawat. Laporan tersebut mengkaji beban ekstra yang ditimbulkan pandemi pada sistem kesehatan dan tenaga kerja perawat; menyoroti risiko dan kurangnya perlindungan terhadap profesi; dan menyajikan bukti kurangnya investasi dalam keperawatan, secara global. ICN menyebut kombinasi faktor-faktor yang menyebabkan peningkatan beban pada tenaga kerja keperawatan ini sebagai Efek COVID-19.

Laporan tersebut juga menunjukkan bahwa saat ini diperlukan investasi dalam keperawatan jika kita ingin memenuhi tantangan perawatan kesehatan di masa depan. Kita tidak bisa lagi terus meremehkan dan kurang berinvestasi dalam keperawatan. Sekarang saatnya beraksi. ICN memiliki rekomendasi dari WHO, yang telah disetujui oleh Negara-negara Anggota, beralih dari hanya sekedar kata-kata dan mulai melakukan tindakan untuk mendukung perawat.

Kondisi terkini tenaga keperawatan secara global:

  • Petugas kesehatan mewakili kurang dari 3% populasi global, sementara mereka mewakili sekitar 14% kasus COVID-19. Di beberapa negara, proporsinya bisa mencapai 35%.
  • Sekitar 20% perawat di Jepang melaporkan pernah mengalami diskriminasi atau prasangka di tengah penyebaran virus. Di AS, 64% perawat merasa kewalahan dan 67% melaporkan kesulitan tidur.
  • Petugas kesehatan, terutama staf perawat, juga lebih rentan terhadap perilaku ofensif, termasuk pelecehan seksual, daripada profesi lain. Di Amerika Serikat, tingkat kekerasan dari klien terhadap petugas kesehatan diperkirakan 16 kali lebih tinggi daripada profesi jasa lainnya.
  • Pada wabah Ebola 2014-2016 di Afrika Barat, risiko infeksi di antara petugas kesehatan adalah 21 hingga 32 kali lebih tinggi daripada populasi orang dewasa pada umumnya.
  • Hampir semua Negara Anggota WHO melaporkan gangguan terkait pandemi terhadap layanan kesehatan, dan dua pertiga (66%) telah melaporkan bahwa faktor terkait tenaga kerja kesehatan adalah penyebab paling umum gangguan layanan.
  • Karena kekurangan perawat yang ada, penuaan tenaga kerja keperawatan dan efek COVID-19 yang meningkat, ICN memperkirakan hingga 13 juta perawat akan dibutuhkan untuk mengisi kesenjangan kekurangan perawat global di masa depan.

Sumber: https://www.icn.ch/news/greatest-threat-global-health-workforce-shortage-international-council-nurses-international 

 

 

Akreditasi adalah pengakuan terhadap mutu pelayanan rumah sakit setelah dilakukan penilaian bahwa rumah sakit telah memenuhi standar akreditasi yang disetujui oleh Pemerintah. Dalam upaya meningkatkan cakupan akreditasi rumah sakit, Pemerintah mendorong terbentuknya lembaga-lembaga independen penyelenggara akreditasi serta transformasi sistem akreditasi rumah sakit. Sejalan dengan terbentuknya lembaga-lembaga independen penyelenggara akreditasi maka perlu ditetapkan standar akreditasi rumah sakit yang akan dipergunakan oleh seluruh lembaga independen penyelenggara akreditasi rumah sakit dalam melaksanakan penilaian akreditasi.

Proses penyusunan standar akreditasi rumah sakit diawali dengan pembentukan tim yang melakukan sandingan dan benchmarking standar akreditasi dengan menggunakan referensi Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit Edisi 1.1 dari Komisi Akreditasi Rumah Sakit, Joint Commission International Standards for Hospital edisi 7, regulasi perumahsakitan serta panduan prinsip-prinsip standar akreditasi edisi 5 yang dikeluarkan oleh The International Society for Quality in Health Care (ISQua). Selanjutnya dilakukan pembahasan dengan melibatkan perwakilan dari lembaga independen penyelenggara akreditasi rumah sakit, organisasi profesi, asosiasi perumahsakitan, rumah sakit dan akademisi.

Selanjutnya hasil diskusi tersebut dibahas lebih lanjut oleh panelis penyusunan standar akreditasi rumah sakit dengan mendapat masukan secara tertulis dari lembaga independen penyelenggara akreditasi rumah sakit. Penyusunan standar akreditasi rumah sakit mempertimbangkan penyederhanaan standar akreditasi agar lebih mudah dipahami dan dapat dilaksanakan oleh rumah sakit. Sehingga tersusun yang akan menjadi acuan untuk meningkatkan mutu dan keselamatan pasien di rumah sakit, sebagai acuan bagi lembaga independen penyelenggara akreditasi rumah sakit dan rumah sakit dalam penyelenggaraan akreditasi rumah sakit, serta menjadi acuan bagi Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi, dan Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota dalam pembinaan dan evaluasi mutu dan keselamatan pasien di rumah sakit.

Standar akreditasi terbaru sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor Hk.01.07/Menkes/1128/2022 Tentang Standar Akreditasi Rumah Sakit dapat dibaca pada link berikut

klik disini

 

 

 

 

Malaria adalah penyakit yang dapat dicegah dan diobati yang berdampak buruk pada kesehatan dan mata pencaharian orang-orang di seluruh dunia. Pada tahun 2020, diperkirakan ada 241 juta kasus baru malaria dan 627.000 kematian terkait malaria di 85 negara. Lebih dari dua pertiga kematian terjadi pada usia anak-anak di bawah 5 tahun yang tinggal di Wilayah Afrika. Pada peringatan Hari Malaria Sedunia 2022, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengusung tema "Memanfaatkan Inovasi Untuk Mengurangi Beban Penyakit Malaria dan Menyelamatkan Nyawa". Peringatan ini dibuat untuk menyerukan pentingnya pendekatan, pengendalian, diagnostik, serta distribusi obat yang baik untuk melawan malaria di seluruh dunia.

Tema yang diusung juga memuat pesan kepada seluruh komponen bangsa Indonesia untuk tetap memberikan komitmen kuat guna mewujudkan Indonesia bebas malaria tahun 2030. Kita ketahui malaria masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia, utamanya di kawasan timur Indonesia. Sampai dengan tahun 2021, sebanyak 347 dari 514 kabupaten/kota atau 68% sudah dinyatakan mencapai eliminasi. Dalam rangka mencapai target Indonesia Bebas Malaria tahun 2030, maka dibuat regionalisasi target eliminasi. Terdapat 5 regional yaitu regional pertama terdiri dari provinsi di Jawa dan Bali; regional kedua terdiri dari provinsi di Sumatera, Sulawesi dan Nusa Tenggara Barat; regional ketiga terdiri dari provinsi di Kalimantan dan Maluku Utara, regional keempat terdiri dari provinsi Maluku dan Nusa Tenggara Timur; dan regional kelima terdiri dari Provinsi Papua dan Papua Barat (Kemenkes RI).

Terkait dengan penerapan pendekatan inovatif, WHO memberikan apresiasi kepada Negara Sudan yang merupakan negara pertama di Wilayah Mediterania Timur yang menerapkan pendekatan inovatif untuk pengendalian malaria, mereka telah mengadopsi pendekatan “High Burden to High Impact” (HBHI), pendekatan ini dilakukan untuk mempercepat kemajuan melawan malaria. Melalui HBHI, dapat menjangkau populasi yang paling berisiko terkena malaria, dengan paket intervensi yang disesuaikan dengan data lokal yang ada. Penerapan HBHI juga tergantung pada komitmen politik yang kuat untuk memprioritaskan pemberantasan malaria.

Baca selengkapnya pada link berikut: https://www.who.int/news/item/25-04-2022-who-congratulates-sudan-on-adopting-the-high-burden-to-high-impact-approach 

 

Kebutuhan dan harapan pasien harus dapat diketahui oleh lembaga penyedia layanan maupun orang yang menjadi pelaku layanan. Organisasi pelayanan perlu mengembangkan mekanisme untuk mengenal kebutuhan dan harapan pasien, baik melalui surveilan, diskusi kelompok terarah, seminar, maupun kegiatan sosial dan informasi dalam upaya menangkap aspirasi pasien. Masukan tentang kebutuhan dan harapan pasien tersebut ditindaklanjuti dalam bentuk pengembangan rancang bangun sistem, dan proses pelayanan yang memungkinkan dokter dan staf memberikan perawatan yang lebih efektif.

Tanggapan pelayanan terhadap kinerja pelayanan yang diterima, baik puas atau tidak puas perlu juga di ukur, di evaluasi, dan ditindaklanjuti. Data mengenai kepuasan pasien dapat diperoleh dari berbagai sumber, antara lain survei kepuasan pasien. Ukuran-ukuran kepuasan pasien dapat meliputi 5 faktor, yaitu kenyamanan untuk melakukan akses, luaran pelayanan, lingkungan, perilaku karyawan, dan prosedur pelayanan. Tidak dianjurkan untuk melakukan dalam skala besar, tetapi survailans dalam skala kecil dan berkesinambungan.

Penilaian terhadap kenyamanan dapat dikembangkan dalam beberapa pertanyaan meliputi kemudahan untuk menghubungi, ketersediaan informasi yang dibutuhkan, ketersediaan waktu dan tempat dibutuhkannya pelayanan, serta lokasi yang mudah dijangkau. Luaran pelayanan meliputi manfaat pelayanan, reliabilitas, jenis-jenis pelayanan yang ditawarkan, ketepatan waktu, dan tarif pelayanan. Lingkungan pelayanan meliputi ketersediaan sarana komunikasi umum, lingkungan yang menarik dan sejuk, dan kejelasan serta ketersediaan tanda petunjuk arah. Penilaian terhadap karyawan meliputi kepedulian karyawan terhadap kebutuhan pasien, kompetensi karyawan. Kesediaan karyawan untuk melayani, serta keramahan dan sikap menghargai pasien. Penilaian terhadap prosedur meliputi prosedur pelayanan yang nyaman dan mudah, kecepatan dan lama pelaksanaan prosedur, prosedur yang tanggap terhadap individual, dan informasi tentang perkembangan proses pelayanan.

Pengukuran yang dilakukan, baik untuk mengenal kebutuhan dan harapan pasien, kepuasan pasien maupun saran dan komplain yang diajukan harus dianalisis. Hasil analisis disampaikan kepada berbagai unit kerja yang terkait untuk kemudian ditindaklanjuti dengan kegiatan perbaikan yang nyata. Unit kerja diharapkan dapat menyelesaikan masalah yang diangkat oleh pasien yang tidak puas dengan cara yang tepat karena penilaian yang ada dapat memberikan informasi yang mengarah pada perbaikan dalam pemberian layanan, bila kebutuhan dan harapan pasien ditangani dengan benar dengan sistem yang baik maka dapat meningkatkan reputasi organisasi dan memperkuat kepercayaan pasien.

Upaya perbaikan dan tindak lanjut dari pengalaman pasien dapat dimulai dengan mengikuti siklus PDCA, meliputi perencanaan (Plan), dikerjakan (do), cermati hasilnya (check) dan amalkan untuk seterusnya (action). Terlebih dahulu menetapkan apa yang menjadi sasaran perbaikan sebelum dilakukannya perubahan (setting aims), dilanjutkan dengan cara untuk mengetahui bahwa perubahan yang dilakukan akan menghasilkan perbaikan (measurements). Setelah menetapkan sasaran perbaikan dan menetapkan pengukuran atas perubahan, barulah ditetapkan dan direncanakan kegiatan-kegiatan perbaikan pada apa saja yang perlu dilakukan dalam bentuk siklus PDCA.

Disarikan oleh: Andriani Yulianti (Peneliti Divisi Manajemen Mutu, PKMK FK-KMK UGM)

Sumber:

  • Koentjoro, T. (2007). Regulasi kesehatan di Indonesia.
  • Spath, P. (2009). Introduction to healthcare quality management (Vol. 2). Chicago: Health Administration Press.