70 Rumah Sakit Diputus Kontrak Lantaran Layanan JKN Ditenggarai Penuh Kecurangan
BPJS Kesehatan yang memberikan layanan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) diduga penuh akan kecurangan (fraud). Alhasil, 70 rumah sakit pun langsung diputus kontrak karena hal tersebut. Hal tersebut disampaikan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan BPJS Kesehatan, Maya A Rusady.
“Kami sudah melakukan pemutusan kerjasama pada 70 rumah sakit karena hal-hal seperti ini. Ada rumah sakit yang jelas kami temukan tidak sesuai dengan kelasnya,” katanya ditulis Kamis (7/3).
“Ada juga dokter yang melakukan upcoding atau pengisian kode dilakukan oleh staff yang seharusnya oleh dokter itu sendiri,” tambahnya.
Menurutnya kalau peserta BPJS Kesehatan telah mencapai 218 juta jiwa. Namun, lebih dari 50 persen layanan kesehatan ada pada fasilitas milik swasta. Bahkan, katanya, ada 640 ribu warga yang memanfaatkan Kartu Indonesia Sehat (KIS) setiap harinya.
“Memang, fraud bisa terjadi jika ada kesempatan. Ini semua bisa terjadi di manapun oleh siapapun. Kami juga, dalam memberikan pelayanan ini, ada ketidakseimbangan antara revenue dan spending dari aspek iuran,” ujar Maya.
Selain itu menurut Dewan pakar Ikatan Dokter Indonesia, M Nasser mengatakan bahwa fraud dalam JKN merupakan semua bentuk kecurangan dengan unsur sengaja yang diajukan sebagai klaim palsu. Sehingga, katanya, tidak semua fraud bisa dijerat hukum jika hal itu tidak disengaja.
“Bentuk kecurangan sangat banyak. Namun yang perlu dijerat dalam hukum publik adalah yang merugikan karena mengajukan klaim yang harus dibayar padahal klaim palsu,” paparnya.
“Kerugian akibat fraud di AS sekitar 7 persen dari anggaran berjalan. Di Indonesia, kerugiannya sukar dihitung karena banyak hal tapi diperkirakan sekitar 5-8 persen juga,” tambahnya.
Dirinya menganggap, fraud akan menyedot dana BPJS jika tidak segera diatasi. Terlebih, saat ini telah terjadi defisit anggaran BPJS Kesehatan cukup tinggi. Menurutnya, fraud lebih sering dilakukan oleh pihak rumah sakit serta oknum dokter di pulau Jawa.
Disisi lain Ketua Lembaga Anti Fraud Asuransi Indonesia (LAFAI), Nurhaidah Ahmad mengatakan, salah satu syarat utama keberlanjutan program JKN dengan mencegah fraud. Menurutnya, fraud merupakan faktor utama terjadinya defisit yang dialami BPJS Kesehatan.
“Upaya pencegahan harus lebih diutamakan, agar tidak terlalu banyak korban akibat fraud, yang secara langsung atau tidak langsung akan berpengaruh terhadap keberlanjutan penyelenggaraan JKN,” tuturnya.
Dalam hal ini, pihaknya melakukan mapping pada titik potensi terjadinya fraud dalam penyelenggaraan progam JKN. Baik dari sisi perencanaan, pelaksanaan, dan monitoring serta evaluasi yang dilakukan.
“Sebenarnya persoalan yang mencuat ke permukaan selama ini dapat teridentifikasi dan bahkan dapat diatasi. Seperti defisit Dana Jaminan Sosial (DJS), waiting list peserta di Fasilitas Kesehatan Rawat Tingkat Lanjut (FKRTL), Gate Keeper Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) yang bebas hambatan, tunggakan iuran, Out Of Pocket (OOP), penurunan mutu pelayanan, dan lain sebagainya,” ungkapnya.