Penulis:
Dr Novika Handayani (Divisi Manajemen Mutu PKMK FK KMK UGM)
Italia adalah negara Eropa pertama yang mendapatkan dampak besar dari Covid-19 sehingga pada akhirnya negara tersebut menetapkan lockdown. Dua turis China yang terkonfirmasi positif pada tanggal 31 Januari 2020 menjadi kasus awal di Italia. Sampai dengan 23 Juni 2020, total kasus di Italia mencapai 238,433 dengan 34.675 kematian.
The Italian Network for Safety in Healthcare (INSH) telah mengumpulkan pelajaran penting yang telah mereka pelajari dalam pandemi di Italia dan bersama dengan Internasional Society for Quality in Health Care (ISQua) menerbitkan ‘Patient Safety Recommendations For Covid-19 Epidemic Outbreak’. Rekomendasi ini berisi pesan-pesan praktis bagi petugas garda depan, bukan merupakan sebuah pedoman yang rumit. Dokumen ini juga masih terus dikembangkan dan akan diperbarui oleh para profesional.
Pelayanan kesehatan bukan lagi patient-centered (berpusat pada pasien) namun kini sudah bergerak menjadi people-centered dimana pelayanan melindungi pasien dan juga harus melindungi penyedia layanan kesehatan. Dalam rekomendasi ini, terdapat tiga aspek yang dijelaskan berdasarkan pendekatan SEIPS Human Factors yaitu sistem kerja, proses pelayanan, dan outcome.
Dalam bab sistem kerja, dikeluarkan rekomendasi umum untuk penanganan Covid-19 yaitu:
1. Membangun tim (termasuk komunikasi dan budaya tim)
- Emergency task-force harus mengaktifkan rantai komando yang jelas, peran dan tanggung jawab yang jelas, wadah komunikasi yang diandalkan dan pendekatan proaktif.
- Unit manajemen risiko klinis atau mungkin di Indonesia bisa diterapkan oleh tim PMKP RS, berperan untuk menyediakan pedoman atau dokumen praktik klinis yang mendukung pencegahan dan penanganan Covid-19, serta mendukung tenaga kesehatan untuk melaporkan adverse event untuk menciptakan budaya keselamatan dengan meyediakan tools pelaporan yang mudah.
2. Pembagian Tugas dan Keterampilan yang dibutuhkan
- Buat pelatihan singkat untuk tenaga medis tentang penggunaan APD, kembangkan video tutorialnya
- Mengadakan kursus penyegaran tentang kebersihan tangan, pencegahan VAP (Ventilator Associated Pneumonia) dan CLABSI (Central Line Associated Bacterial Infection), pengenalan sepsis dini dan manajemen untuk semua petugas kesehatan, khususnya untuk staf yang tidak berada di garis depan kasus kegawatdaruratan yang dapat disebut sebagai “pengganti”.
- Perlunya dukungan dokter ahli / perawat ahli kepada dokter/perawat muda, serta dukungan antar dokter spesialis
- Terapkan instruksi desinfeksi lingkungan yang benar
3. Perlengkapan yang dibutuhkan untuk melindungi staf
- Tindakan pencegahan kontak dan droplet digunakan dalam pelayanan pasien rutin pasien ataupun pasien dengan dugaan/ terkonfirmasi COVID-19
- Tindakan pencegahan kontak dan airborne dilakukan ketika melakukan prosedur penghasil aerosol (AGPS), termasuk intubasi dan bronkoskopi
- Mencegah kekurangan APD dengan cara penggunaan yang jangka panjang, penggunaan kembali face-shield dan masker disposable (secara terbatas), mengidentifikasi urutan prioritas pengguna, menyediakan re-usable suit/coveralls, dan simpan perangkat tersebut di tempat yang terkunci atau area yang aman serta pendistribusian kepada staf secara tepat.
4. Perlengkapan yang dibutuhkan untuk pasien
- Berikan masker bedah bagi pasien yang periksa, terlepas dari gejala, pada kontak pertama mereka di fasilitas pelayanan kesehatan
- Di area pelayanan khusus untuk pasien Covid-19, pastikan bahwa terdapat analisa haemo-gas, pulse oximeters, oksigen, ventilator therapy equipment dan suction yang semuanya berfungsi dengan baik
- Terapkan dengan ketat, tanpa kecuali, indikasi untuk desinfeksi lingkungan dan peralatan (sodium hypochlorite atau 0,5% atau 70% larutan etil alkohol)
- Cegah defisiensi germisida dengan menggunakan sediaan galenic.
- Pertimbangkan pengadaan rumah sakit khusus
- Bila masih dijalankan klinik rawat jalan: hindari berkumpul di ruang tunggu (rekomendasikan orang menunggu di luar, beri jarak setidaknya 1 m antar kursi), menginformasikan pasien bergejala dengan demam dan / atau batuk dan / atau dispnea untuk tidak pergi ke klinik, edukasi standar kebersihan dan kesehatan di ruang tunggu.
5. Pasien
- Mengurangi rawat inap di rumah sakit, kunjungan rutin ke klinik rawat jalan, prosedur bedah rutin dan mengatur kunjungan di rumah sakit.
- Lakukan prosedur yang tepat bagi pasien dengan gejala, suspek dan terkonfirmasi, prosedur isolasi, screening interview pasien sebelum ke ruang periksa atau bagi yang memerlukan tindakan seperti pembedahan atau persalinan
- Orang yang kontak dengan pasien Covid-19 harus diambil alih oleh Dinas Kesehatan setempat untuk tujuan epidemiologis dan surveilans aktif dan akan dievaluasi secara klinis di fasyankes yang ditunjuk jika orang tersebut menunjukkan gejala.
- Gunakan definisi kasus luas dan strategi testing intensif. Pelacakan kontak secara agresif dan testing yang intensif bersamaan dengan isolasi dirumah adalah strategi kemenangan bagi beberapa daerah di Italia dan di negara Asia.
Selain itu, juga terdapat rekomendasi untuk melakukan re-organisasi staf di pelayanan emergensi untuk Covid-19 seperti pengaturan jumlah staf yang dibutuhkan di ruang pelayanan intensif, subintensif dan ruangan biasa (disesuaikan dengan jumlah tempat tidur di masing-masing tempat) dan kriteria staf yang dibutuhkan di ruang pelayanan intensif.
Dalam pembahasan proses pelayanan yang dituangkan dalam bab rekomendasi clinical pathway, rekomendasi yang diberikan cukup holistik karena tidak hanya untuk diagnosis dan penanganan Covid-19, tapi juga bagaimana rekomendasi pelayanan bagi wanita hamil, anak, pasien kanker, pelayanan hemodialisis, rekomendasi bagi dokter umum, prosedur penanganan jenazah suspek atau terkonfirmasi Covid-19 sampai dengan rekomendasi kesehatan psikologis para staf serta mental wellbeing pasien.
Impak dari pelayanan Covid-19 penting untuk diukur. Pengukuran outcome dilakukan untuk mendukung pemantauan respon penyedia layanan kesehatan (RS) Covid-19 yang efektif termasuk kapasitas yang memadai untuk merawat pasien dengan kondisi kegawatan lainnya seperti serangan jantung, stroke, dan trauma untuk memastikan kesehatan publik dilindungi semaksimal mungkin. Berikut contoh indikator yang dapat diukur:
- Tingkat rawat inap untuk COVID-19 (ukuran hasil tidak langsung dari wilayah tersebut)
- Tingkat mortalitas pasien rawat inap di rumah sakit untuk COVID-19
- Rerata Length of Stay pasien COVID-19
- Persentase pasien COVID-19 yang dirawat di ICU
- Angka kematian di rumah sakit dari pasien non-COVID-19 dirawat karena AMI (Acute Myocardial Infarction)
- Angka kematian di rumah sakit dari pasien non-COVID-19 dirawat karena Stroke
- Angka kematian di rumah sakit dari pasien non-COVID-19 dirawat karena PPOK
- Persentase pasien rawat inap non-COVID-19 yang terinfeksi COVID-19 selama rawat inap
- Tingkat infeksi COVID-19di antara staf
- Survival rates
Bila memungkinkan, indikator 1-7 harus dikelompokkan berdasarkan kelompok umur. Pengukuran ini harus digunakan dan diinterpretasikan dengan sangat hati-hati jika digunakan untuk membandingkaan kualitas pelayanan antar provider.
Selain pengukuran outcome, berikut contoh indikator untuk pengukuran “proses”:
- Length of stay
- Persentase pasien dengan penyakit komorbid
- Profil pasien : usia, jenis kelamin, etnis, penyakit komorbid
- Persentase staf dengan dan tanpa APD yang tepat
- Persentase jumlah staf yang terlatih
- Jumlah tes yang dilakukan untuk staf RS
Pengukuran lainnya yang dapat dilakukan contohnya:
- Tingkat infeksi staf
- Tingkat kematian staf
- Kesejahteraan staf
- Mental illness
Sumber:
- The Italian Network for Safety in Healthcare (INSH) dan Internasional Society for Quality in Health Care (ISQua). Patient Safety Recommendations For Covid-19 Epidemic Outbreak. Tersedia online pada https://www.isqua.org/blog/covid-19/covid19-resources/patient-safety-recommendations-for-covid19-epidemic-outbreak.html
- https://www.worldometers.info/coronavirus/#countries