Pentingnya Kendali Mutu dan Biaya dalam Implementasi JKN
Tono Rustiono, Direktur Perencanaan dan Pengembangan BPJS Indonesia, dalam paparannya di Seminar Nasional Perumahsakitan Surabaya Hospital Expo "Perubahan Konsep Bisnis Pelayanan Rumah Sakit Setelah Pemberlakuan Akreditasi Versi 2012 dan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)" menjelaskan progress pelaksanaan Sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Indonesia. Menurut data terbaru Maret 2014 menunjukkan bahwa berdasarkan jenis kepesertaan, jumlah peserta aktif yang berasal dari Penerima Bantuan Iuran (PBI) adalah 91.405.279 dan peserta aktif Non PBI sebesar 27.402.580. Sementara peserta yang menunggak adalah 2.194.721 peserta, jadi total kepesertaan BPJS adalah 121.002.583 peserta.
Dari sisi tantangan kepesertaan, harapan pemerintah adalah penambahan peserta yang signifikan sebagai tanda suksesnya implementasi cakupan layanan kesehatan semesta, selain itu diharapkan juga terjadi risk pooling dan subsidi silang antar peserta. Data kepesertaan di atas menunjukkan adanya tingkat kepesertaan yang cukup tinggi pada triwulan 1 tahun 2014 sebagai awal berjalannya BPJS, dan ditengarai munculnya potensi Adverse Selection pada peserta mandiri. Untuk mengatasi hal itu, BPJS telah melakukan upaya-upaya berikut, pertama dengan memperbaiki risk pooling dengan mengadvokasi pendaftaran peserta mandiri sehat dan meningkatkan taraf kesehatan peserta existing dengan menggalakkan program promotif preventif selain dengan meningkatkan kualitas social marketing.
Terkait masalah distribusi serta kecukupan fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan, hal yang menjadi harapan BPJS adalah tercukupinya fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan serta yang terpenting adalah terdistribusi merata sehingga diperoleh equity of access terhadap layanan kesehatan yang bermutu. Khusus untuk masalah fasilitas dan tenaga kesehatan, fakta yang dihadapi sekarang adalah peningkatan cakupan peserta yang tidak diimbangi dengan pemerataan peningkatan jumlah faskes dan distribusi tenaga kesehatan. Hal ini menjadi sorotan terutama di daerah perifer. Sementara ini menurut Tono, yang dilakukan adalah dengan meningkatkan kerjasama dengan dokter praktek perorangan sebagai PPK tingkat 1, pengaturan sistem rujukan, serta upaya peningkatan mutu pelayanan dengan kerjasama organisasi profesi.
Ketika disampaikan pertanyaan, apakah BPJS mempunyai upaya yang terstruktur dan sistematis terhadap pencegahan fraud dalam upaya kendali mutu dan kendali biaya, mengingat potensinya yang besar dalam implementasi JKN di Indonesia. Tono menjelaskan, bahwa upaya itu dilakukan dengan meneruskan kebijakan PT Askes dalam hal validitas peserta, pengendalian oleh Verifikator BPJS, dan saat ini sedang disusun pola baru kendali biaya BPJS.
BPJS terlihat belum mempunyai upaya khusus yang terstruktur dan sistematis dalam kendali biaya khususnya dalam pencegahan fraud. Faktanya, hal ini sudah menjadi tugas kita bersama dalam membantu dan mengingatkan stakeholder di dalam BPJS untuk meningkatkan kendali mutu dan kendali biaya dalam implementasi JKN di Indonesia.
Selain itu, sistem rujukan merupakan satu hal penting dimana saat ini masih terjadi kebingungan di kalangan fasilitas kesehatan karena tidak mempunyai pedoman yang jelas tentang mekanisme dan sistem rujukan, sehingga diperlukan penelitian, pengaturan, dan penerapan yang efisien sebagaimana diamanatkan Undang-Undang.
Oleh: Moh. Ainul Yaqin, dr, MARS (This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.)