Penyusunan Indikator Mutu Pelayanan Keperawatan
Oleh: Endri Astuti
American Nursing Association/ANA (1995) menyebutkan bahwa proses pengembangan indikator mutu keperawatan adalah seperti pada Tabel 1 di bawah ini:
Tabel 1. Proses Pengembangan Indikator Mutu Keperawatan ANA
No |
Langkah |
1 |
Review literatur: |
|
|
2 |
Mengumpulkan informasi dari para peneliti tentang validitas dan reliabilitas indikator |
3 |
Menghubungi para ahli untuk melakukan review draf: |
|
|
4 |
Mendistribusi revisi dari definisi, panduan dan format pengumpulan data pada para ahli untuk mendapatkan masukan mengenai face validity dan feasibility dari pengumpulan data |
5 |
Mengumpulkan data masukan dari para ahli dan mengembangkan definisi, panduan dan format yang telah direvisi |
6 |
Melakukan uji coba |
7 |
Finalisasi definisi, panduan dan format pengumpulan data |
8 |
Melatih RS /personal yang berpartisipasi dalam praktek pengumpulan data yang terstandar |
Sumber: The National Database of Nursing Quality Indicators (NDNQI), 2007
Sedangkan menurut Wollersheim et.al.(2007), menyatakan bahwa dalam menyusun indikator mutu harus mempertimbangkan karakteristik dari indikatornya seperti yang ada pada tabel 2 berikut:
Tabel 2. Karakteristik Indikator Mutu
Relevansi |
Relevan dengan aspek-aspek penting (efektivitas, keamanan, dan efisiensi) dan dimensi (profesional, organisasi, dan patient oriented) dari mutu pelayanan |
Validitas |
|
Reliabilitas |
|
Keandalan |
|
Sumber: Wollersheim et.al.,2007.
Pengumpulan data yang dilakukan untuk uji coba ada dua cara yaitu dengan menggunakan data yang sudah ada atau menggunakan calon pengumpul data (prospektif). Pengumpulan data yang menggunakan data yang sudah ada seringkali tidak lengkap dan menimbulkan interpretasi yang subjektif sehingga dalam membuat keputusan dapat mengurangi reliabilitas. Sedangkan bila menggunakan data prospektif bisa mengurangi kerancuan interpretasi sehingga cara pengumpulan data ini adalah yang terbaik, namun seringkali dalam pelaksanaannya tidak dapat dilakukan karena berbagai hal (Wollersheim et.al., 2007).
Sedangkan menurut Pencheon (2008) mengatakan bahwa sepanjang sejarah pengembangan dan pengukuran indikator tidak ada yang sempurna. Tidak ada indikator yang bisa menjawab semua pertanyaan-pertanyaan mengenai: (1) Apakah indikator yang dibuat untuk mengukur suatu hal yang penting? (2) Apakah indikator tersebut valid? (3) Apakah indikator tersebut benar-benar diisi dengan data yang bermakna? (4) Apakah indikator ini bisa menjelaskan sesuatu secara tepat? Seringkali dalam pelaksanaan penyusunannya gagal untuk menentukan bahwa indikator tersebut benar-benar mengukur sesuatu yang penting, sehingga perlu difokuskan pada pengukuran proses atau hasil dari suatu pelayanan. Sering pula indikator yang disusun ternyata tidak bisa benar-benar untuk mengukur, sehingga perlu dilakukan pengujian dari indikator tersebut. Suatu indikator harus dapat mengidentifikasi persoalan. Hasil pengukuran yang lebih tinggi atau yang lebih rendah dari target, sebaiknya diterima, dikomunikasikan untuk kemudian dilakukan upaya perbaikan.