Disarikan oleh: Andriani Yulianti, MPH
Situasi pandemi COVID-19 membuka berbagai problematika di bidang kesehatan, yang menunjukkan bahwa banyak celah dalam pelayanan bidang kesehatan yang perlu diperbaiki, khususnya dalam hal melindungi tenaga kesehatan agar tidak terpapar infeksi. Dalam hal ini dokter sebagai tenaga kesehatan garda terdepan dalam peperangan melawan wabah penyakit. Menjadi prioritas kesehatan masyarakat bagi pembuat kebijakan untuk memahami faktor risiko kelompok rentan ini dengan mencegah penularan pekerjaan. Berbagai pertimbangan di bidang kesehatan perlu dibuat dalam menjalani adaptasi kebiasaan baru pada masa Pandemi COVID-19.
Banyaknya korban tenaga medis akibat COVID- yakni data per 9 Oktober mencapai 132 Dokter yang meninggal. Oleh karena itu, tim mitigasi dokter dalam pandemi COVID -19 PB IDI telah menyusun sebuah pedoman perlindungan dokter di era COVID-19 untuk mencegah bertambahnya korban khususnya dari kalangan dokter. Beberapa pertimbangan yang perlu diambil baik bagi tenaga kesehatan maupun sistem kesehatan di era COVID-19 (lihat tabel1)
Tabel 1. Pertimbangan bagi tenaga kesehatan dan sistem kesehatan di era COVID-19
Tenaga Kesehatan | Sistem Kesehatan |
Aplikasi telemedicine untuk triase dan penanganan pasien apabila memungkinkan |
Menyediakan dan menyebarluaskan informasi dan fasilitas untuk telemedicine |
Mematuhi pedoman penggunaan APD |
Menyediakan APD yang lengkap untuk keluarga pasien dan tenaga kesehatan |
Melaporkan diri dan menghentikan kegiatan sebagai tenaga kesehatan apabila masuk dalam kriteria kasus sesuai dengan pedoman resmi pemerintah yang berlaku |
Meningkatkan edukasi ke pasien dan publik mengenai indikasi karantina dan kunjungan ke rumah sakit |
Membatasi prosedur elektif |
Melakukan tes/pengujian COVID-19 secara berkala untuk mengendalikan penularan |
Fasilitas pelayanan kesehatan merupakan tempat kerja yang memiliki risiko terhadap keselamatan dan kesehatan sumber daya manusia fasilitas pelayanan kesehatan, pasien, pendamping pasien, pengunjung, maupun masyarakat di sekitar lingkungan fasilitas terutama dalam masa pandemi COVID-19 ini. Mengeliminasi bahaya potensial merupakan cara terbaik, dibandingkan dengan mengurangi bahaya potensial tersebut. Namun, apabila bahaya potensialnya adalah biologi, terutama yang menyebabkan pandemi, maka tidak mungkin menghilangkannya. Oleh karena itu, langkah-langkah perlindungan yang paling efektif dimulai dari eliminasi, pengendalian teknik, administrasi, dan alat pelindung diri perlu dilakukan. (Lihat Gambar 1)
Gambar 1. Hierarki pengendalian risiko transmisi infeksi (PMK no 52 tahun 2018 dan K3RS)
Penjelasan:
- Tahap Eliminasi merupakan langkah pengendalian yang menjadi pilihan pertama untuk mengendalikan pajanan karena menghilangkan bahaya dari tempat kerja. Namun, beberapa bahaya sulit untuk benar-benar dihilangkan dari tempat kerja.
- Substitusi merupakan upaya penggantian bahan, alat atau cara kerja dengan alternatif lain dengan tingkat bahaya yang lebih rendah sehingga dapat menekan kemungkinan terjadinya dampak yang serius. Contohnya: a) Mengganti tensi air raksa dengan tensi digital b) Mengganti kompresor tingkat kebisingan tinggi dengan tipe yang kebisingan rendah (tipe silent kompresor)
- Pengendalian Teknik merupakan pengendalian rekayasa desain alat dan/atau tempat kerja. Pengendalian risiko ini memberikan perlindungan terhadap pekerja termasuk tempat kerjanya. Untuk mengurangi risiko penularan penyakit infeksi harus dilakukan penyekatan menggunakan kaca antara petugas loket dengan pengunjung/pasien. Contoh pengendalian teknik yaitu: untuk meredam suara pada ruang dengan tingkat bising yang tinggi seperti: a) Pada poli gigi khususnya menggunakan unit dental dan kompresor b) Pada ruang genset
- Pengendalian administrasi berfungsi untuk membatasi pajanan pada pekerja. Pengendalian administrasi diimplementasikan bersamaan dengan pengendalian yang lain sebagai pendukung. Contoh pengendalian administrasi diantaranya: a) Pelatihan/sosialisasi/penyuluhan pada SDM Fasyankes b) Penyusunan prosedur kerja bagi SDM Fasyankes c) Pengaturan terkait pemeliharaan alat d) Pengaturan shift kerja
- Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) dalam mengendalikan risiko keselamatan dan kesehatan kerja merupakan hal yang sangat penting, khususnya terkait bahaya biologi dengan risiko yang paling tinggi terjadi, sehingga penggunaan APD menjadi satu prosedur utama di dalam proses asuhan pelayanan kesehatan. APD adalah suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk melindungi seseorang yang fungsinya mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh sumber daya manusia dari potensi bahaya di Fasyankes. Alat pelindung diri tidak mengurangi pajanan dari sumbernya, hanya saja mengurangi jumlah pajanan yang masuk ke tubuh. APD bersifat eksklusif (hanya melindungi individu) dan spesifik (setiap alat memiliki spesifikasi bahaya yang dapat dikendalikan). Implementasi APD seharusnya menjadi komplementer dari upaya pengendalian di atasnya dan/atau apabila pengendalian di atasnya belum cukup efektif.
Perlunya memetakan tingkat risiko tertular virus SARS-CoV-2 untuk dokter dibedakan menjadi 4 kelompok :
- Risiko rendah, yaitu dokter yang tidak memberikan pelayanan atau kontak langsung pasien suspek/probable/konfirmasi COVID-19 misalnya dokter di manajemen
- Risiko sedang, yaitu dokter yang memberikan pelayanan atau kontak langsung pasien yang belum diketahui status terinfeksi COVID-19
- Risiko tinggi, yaitu dokter yang melakukan pelayanan pada suspek/probable/konfirmasi COVID-19 namun tidak termasuk melakukan tindakan aerosol
- Risiko sangat tinggi, yaitu dokter yang melakukan pelayanan tindakan aerosol pada pasien suspek/probable/konfirmasi COVID-19, serta dokter yang melakukan pengambilan spesimen pernapasan (nasofaring dan orofaring) dan otopsi.
Gambar 2. Klasifikasi pajanan tenaga kesehatan terhadap SARS-CoV-2 sesuai piramida risiko okupasi untuk COVID-19
Setelah melakukan pemetaan tingkat risiko maka dapat menentukan standar dan protokol dengan menerapkan hierarki pengendalian risiko transmisi infeksi untuk melindungi dokter di Fasilitas tingkat pertama, fasilitas tingkat lanjut, ruang prosedur/tindakan operasi. Kemudian melakukan pembagian zonasi Rumah Sakit, hingga pada level penggunaan alat pelindung diri, pengaturan aliran udara dan ventilasi, penentuan penyakit akibat COVID-19, Pemeriksaan SARS-CoV-2 untuk dokter dan kriteria kembali bekerja. Standar dan protokolnya dapat dipelajari lebih lengkap dengan membuka bab 2 pada pedoman standar perlindungan dokter di era COVID-19.
Selengkapnya: Baca Pedoman
Sumber:
- Kementrian Kesehatan RI. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2018 Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. 2018.
- Ikatan Dokter Indonesia. Pedoman Standar Perlindungan Dokter Di Era COVID-19. 2020.