Mengapa Keselamatan Pasien Sangat Sulit Diterapkan di Indonesia?
Keselamatan pasien merupakan salah satu topik yang paling sering mendapat perhatian di rumah sakit maupun puskesmas. Kerap kali pelatihan, seminar, dan workshop tentang keselamatan pasien selalu menjadi agenda tahunan tetap di rumah sakit dan puskesmas.
Namun sangat disayangkan, nampaknya keselamatan pasien sangat sulit dicapai, banyak kasus kematian maupun komplikasi yang terjadi akibat dari medical error oleh tenaga medis, minimnya peralatan, penanganan yang terlambat, dan sebagainya. Di era JKN ini, pencapaian pelayanan yang bermutu tinggi dengan mengedepankan keselamatan pasien menjadi prioritas utama demi menegakkan kendali mutu kendali biaya di pelayanan kesehatan.
Sebuah studi kualitatif oleh Aveling, Kayonga, Nega, and Dixon-Woods (2015) pada 57 tenaga medis di 2 rumah sakit di Afrika Timur mungkin bisa dijadikan pedoman dalam menemukan intervensi yang tepat untuk masalah ini. Aveling et al. (2015) menemukan ada 3 faktor yang mempengaruhi sulitnya menegakan keselamatan pasien pada 2 rumah sakit tersebut yakni material yang mencakup lingkungan fisik, peralatan dan medical supply; sumber daya manusia; dan hubungan internal yang mencakup kerjasama tim dan struktur organisasi.
Berdasarkan analisis kualitatif terhadap jawaban responden beberapa masalah yang ditemukan menyangkut material merupakan masalah klasik yang sering kita temui di rumah sakit pada umumnya di negara-negara berkembang seperti kondisi bangunan yang buruk, pintu dan jendela yang tidak berfungsi dengan baik, listrik dan air yang tidak lancar dan sebagainya. Minimnya peralatan kesehatan juga menjadi salah satu masalah yang sering dikemukakan oleh responden, masalah ini erat kaitannya dengan keterbatasan dana. Terlepas dari itu, responden juga mengeluhkan manajemen pemeliharaan yang buruk untuk peralatan yang ada yang menyebabkan peralatan tersebut tidak dapat berfungsi dengan baik walaupun tergolong peralatan baru. Hal lain yang menjadi hambatan adalah proses pengadaan dan distribusi peralatan oleh pemerintah setempat yang masih lemah sehingga menyebabkan keterlambatan, alat rusak karena penyimpanan yang tidak sesuai, dan sebagainya.
Masalah sumber daya manusia juga menjadi perhatian dari responden, kurangnya pelatihan terkait keselamatan pasien seperti pencegahan infeksi pada perawat dan bidan. Selain itu seringnya rotasi juga memberikan dampak yang negatif, staf baru dengan minim pelatihan terkait keselamatan pasien sering kali menjadi sumber medical error dalam memberikan perawatan kepada pasien. Masih berkaitan dengan sumber daya manusia, hubungan internal antar staf dan struktur organisasi juga menjadi keluhan dari responden. Seringnya konflik antar staf dan lemahnya kerja sama tim merupakan faktor utama dalam menegakan keselamatan pasien.
Adanya gap antara dokter dan perawat merupakan salah satu yang dikeluhkan responden, dalam banyak kasus dokter tidak mempertimbangkan masukan dari perawat yang mana berdampak pada kondisi pasien seperti meningkatkan resiko infeksi dan gagal dalam menerapkan SOP. Selain itu minimnya supervisi dan evaluasi juga menyebabkan banyak SOP yang dilanggar dalam proses perawatan pasien.
Aveling et al. (2015) menemukan bahwa masalah keselamatan pasien di negara maju dan berkembang sesungguhnya hampir sama dan dipengaruhi oleh faktor manusia, sumber daya, budaya kerja dan perilaku tenaga medis.
Oleh karena itu, dalam menegakan keselamatan pasien investasi pada sumber daya manusia dan peralatan saja tidak akan cukup tanpa reformasi sistem dan perubahan budaya kerja. Investasi merupakan hal yang esensial, namun menurut Aveling et al. (2015), untuk memastikan investasi tersebut memberikan kontribusi yang signifikan proses pengadaan, distribusi, dan pemeliharaan harus mendapakan perhatian lebih. Sama halnya dengan sumber daya manusia, staf yang ada perlu medapat dukungan baik dari segi insentif maupun lingkungan kerja untuk memotivasi mereka dalam mempraktekkan keselamatan pasien dalam pekerjaan mereka.
Pendekatan bottom-up merupakan hal yang perlu dipertimbangkan, suara dan saran dari front liner staf sangat diperlukan guna menemukan masalah yang paling mendasar dalam menegakan keselamatan pasien.
Oleh: Stevie A. Nappoe, Master Student-The University of Alabama at Birmingham, Fulbright Scholar 2016
Referensi: Aveling, E.-L., Kayonga, Y., Nega, A., & Dixon-Woods, M. (2015). Why is Patient Safety so Hard in Low-Income Countries? A Qualitative Study of Healthcare Workers’ Views in Two African Hospitals. Globalization and health, 11(1), 6.