PKMK untuk Penyakit Langka Masuk Formularium Nasional JKN
Pemerintah melakukan terobosan pencegahan stunting akibat malnutrisi bagi bayi lahir prematur atau Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) dan anak dengan kelainan metabolik langka. Langkah tersebut dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup para penderitanya.
Kepala Pusat Penyakit Langka RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Prof. DR. dr. Damayanti Rusli Sjarif, Sp.A(K), mengatakan pasien penyakit langka di Indonesia masih menghadapi berbagai hambatan.
Oleh karena itu, langkah pemerintah untuk menyertakan Pangan Olahan untuk Keperluan Medis Khusus (PKMK) ke dalam Fornas merupakan langkah yang sangat baik.
Apalagi biaya penanganan penyakit langka relatif mahal, padahal terdapat beberapa penyakit langka yang dapat diobati dengan PKMK ini.
"Biaya yang diperlukan untuk PKMK ini bisa mencapai Rp 4 hingga Rp 5 juta per pasien per bulan sehingga perlu dukungan agar pasien penyakit langka bisa hidup menjadi SDM yang berkualitas dan bebas malnutrisi atau stunting" ujar Prof. Damayanti, Rabu (28/8).
Prof. Damayanti pun mengapresiasi langkah pemerintah yang telah menyertakan pengobatan PKMK sebagai salah satu obat yang diikutsertakan dalam Formularium Nasional (Fornas).
Hal ini diharapkan dapat membantu pengobatan penderita penyakit langka dan mengurangi kejadian stunting di Indonesia.
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/2197/2023 tentang Formularium Nasional mencakup dijaminnya PKMK untuk bayi prematur ataupun BBLR dan juga untuk anak – anak yang menderita kelainan metabolik langka.
Hal ini menjadi dasar pengklaiman Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) membawa harapan baru bagi para anak dengan kelainan metabolik langka di Indonesia.
"Kami sangat menghargai upaya pemerintah untuk menyertakan PKMK dalam formularium nasional. PKMK ini bertujuan menyelamatkan jiwa pasien," ujar Ketua Yayasan Mucopoly Sacharidosis (MPS) dan Penyakit Langka Indonesia, Peni Utami,
Peni juga menambahkan bahwa sebagian besar PKMK masih sulit didapatkan dan harganya sangat mahal.
Oleh sebab itu, yayasannya terus berjuang agar PKMK bisa dijamin oleh pemerintah sebagai hak setiap warga negara untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang memadai.
Adapun PKMK yang sudah disertakan dalam Formularium Nasional kali ini mencakup pengobatan untuk Maple Syrup Urine Disease, kelainan metabolik Isovaleric Acidemia, Tyrosinemia, Phenylketonuria, Galaktosemia dan Bayi Prematur.
Menurut Kementerian Kesehatan, kasus prematur atau berat badan lahir rendah (BBLR) memiliki prevalensi yang tinggi.
Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023 menyatakan 11,1% bayi di Indonesia lahir dengan periode waktu kurang dari 37 minggu (prematur).
"Kondisi prematur dan BBLR juga merupakan faktor resiko menyebabkan stunting," ucapnya.
PKMK adalah salah satu bentuk terapi yang direkomendasikan oleh World Health Organization (WHO) dan United Nations International Children's Emergency Fund (UNICEF) sejak 2009 untuk penyakit langka kelainan metabolisme bawaan yang membuat bayi tidak dapat mengonsumsi air susu ibu (ASI).
PKMK bertujuan menyelamatkan jiwa pasien serta mengurangi potensi terjadinya stunting.
Penyakit langka adalah penyakit yang mengancam jiwa atau mengganggu kualitas hidup dengan prevalensi yang rendah, sekitar 1 dari 2.000 populasi.
Sebagian besar atau 80 persen kasus penyakit langka disebabkan oleh kelainan genetik, dengan 30 persen kasus berakhir pada kematian sebelum usia 5 tahun.
Beberapa penyakit langka yang ada di Indonesia. Beberapa di antaranya adalah Mukopolisakaridosis (MPS) tipe II atau sindrom Hunter dengan angka kejadian 1 dari 162 ribu, Maple Syrup Urine Diseases (MSUD) dengan angka kejadian 1 dari 180 ribu kelahiran hidup, dan Glucose-galactose malabsorption syndrome yang jumlah pasiennya hanya sekitar 100 orang di seluruh dunia.
"Peningkatan kesadaran masyarakat dan dukungan pemerintah terhadap penyakit langka sangat penting untuk memastikan pasien mendapatkan pengobatan yang tepat," pungkasnya. (esy/jpnn)
sumber: https://m.jpnn.com/news/pkmk-untuk-penyakit-langka-masuk-formularium-nasional-jkn?page=3