Kemenkes Sebut Kasus Antraks di Gunungkidul Sudah Bisa Dikategorikan KLB
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyebut bahwa kasus antraks yang terjadi di Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sudah bisa masuk dalam kategori Kejadian Luar Biasa (KLB). Pasalnya, sudah ada satu kematian suspek antraks. Tetapi, Kemenkes menyerahkan seluruh kewenangan itu kepada pemerintah daerah (Pemda) setempat.
"Terkait dengan KLB, jadi ini kalau secara definisi sepertinya sudah bisa disampaikan ya, karena ada kematian," kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes Imran Pambudi, dalam konferensi pers secara daring, Kamis (6/7/2023). "Tapi, kembali lagi ini adalah kewenangan daerah untuk bisa nyatakan KLB atau bukan," ujarnya lagi.
Imran mengatakan, sudah ada tiga kematian yang berkaitan dengan antraks. Tetapi, hanya satu orang yang dinyatakan suspek antraks dari pemeriksaan darah di laboratorium. Sedangkan dua orang sisanya tidak sempat diperiksa di laboratorium. Kendati begitu, keduanya memiliki gejala dan memiliki riwayat berhubungan dengan hewan ternak yang terjangkit antraks. "Yang dua ini belum sempat dilakukan pemeriksaan lab karena langsung meninggal. Kita lakukan investigasi gejala ada dan mereka punya riwayat dengan sapi yang mati karena antraks tadi," kata Imran. Lebih lanjut, Imran mengungkapkan, kasus antraks hampir setiap tahun terjadi di Gunungkidul selama lima tahun terakhir. Kasus paling tinggi tercatat di tahun 2019 dengan jumlah mencapai 31, dan di tahun 2022 dengan jumlah 23 kasus.
Kasus-kasus tersebut didominasi dengan antraks yang menyerang kulit. Bakteri tersebut menempel ke kulit hingga melepuh. Tingkat fatalitas kasus (case fatality rate) dari antraks jenis ini berkisar 25 persen. Adapun antraks dengan tingkat fatalitas tertinggi adalah antraks yang menyerang paru-paru, dengan tingkat fatality rate mencapai 80 persen. Spora bakteri itu terhisap melalui partikel pernapasan dan mencapai dinding alveoli. "Yang untuk (antraks menyerang) pencernaan cukup tinggi dan bervariasi mulai 25-70 persen. Kemudian, yang paling bahaya adalah antraks tipe paru-paru dengan case fatality rate mencapai 80 persen," ujar Imran. Sebelumnya diberitakan, kasus antraks dilaporkan menjangkiti puluhan warga Kelurahan Candirejo, Kapanewon Semono, Gunungkidul, Yogyakarta. Menurut Dinas Kesehatan Kabupaten Gunungkidul, satu orang dilaporkan meninggal dunia akibat antraks. Sementara data Kemenkes menunjukkan jumlah warga yang meninggal sebanyak tiga orang.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Gunungkidul Dewi Irawaty mengatakan, kasus ini bermula ketika warga menyembelih dan mengonsumsi sapi yang sudah mati. "Dia (warga yang meninggal) ikut menyembelih dan mengkonsumsi. Sapinya kondisinya sudah mati lalu disembelih," kata Dewi, dikutip dari pemberitaan Kompas.com pada 4 Juli 2023. Warga yang meninggal itu dibawa ke RSUP Sardjito pada Sabtu (1/4/2023). Pihak Dinkes Gunungkidul baru menerima laporan adanya warga meninggal di RSUP Sardjito pada Senin (4/7/2023).
Menerima laporan itu, Dinkes Gunungkidul bersama Satgas One Health dari Kapanewon Semanu langsung bergerak untuk melakukan penelusuran. Dari hasil penelusuran, sebanyak 125 orang diketahui melakukan kontak langsung dengan hewan ternak yang mati karena antraks. Setelah dilakukan pemeriksaan, Dewi mengungkapkan, sekitar 85 orang dinyatakan positif antraks. "18 orang yang bergejala mulai dari luka, ada yang diare hingga pusing," ujar Dewi.