"Terlalu" dan "Terlambat" Jadi Penyebab Tingginya Angka Kematian Ibu dan Bayi
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Depok, Mary Liziawati sebut ada beberapa hal yang harus diperhatikan untuk mencegah angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB). Ada empat "Terlalu" dan tiga "Terlambat" yang membuat masih adanya kasus kematian ibu dan bayi di Indonesia khususnya di Kota Depok. “Empat 'Terlalu' itu adalah terlalu muda saat melahirkan, terlalu tua melahirkan, terlalu banyak anak dan terlalu dekat jarak melahirkan,” ucap Mary, Senin (13/3).
Sedangkan tiga faktor "Terlambat" yang dimaksud adalah terlambat dalam mengambil keputusan, terlambat sampai ke tempat rujukan dan terlambat dalam mendapat pelayanan di fasilitas kesehatan. Mary memerinci persentase kematian ibu berdasarkan penyebabnya di 2022 didominasi oleh preeclampsia sebesar 42 persen, perdarahan 25 persen, infeksi 21 persen, jantung sebesar empat persen dan penyebab lainnya sebesar delapan persen. “Penyebab lainnya meliputi, Ca mamoe serta thalasemia dan infeksi seperti TBC, DBD, Meningitis, Pneumonia dan Asidosis,” ujarnya.
Kemudian, presentase kematian ibu pada periode 2022, terbanyak adalah saat nifas sebesar 42 persen dengan 10 kasus. Kemudian, saat hamil 41 persen dengan 10 kasus dan 17 persen saat bersalin dengan 4 kasus. “Tantangan yang kami hadapi adalah kesamaan pemahaman dan implementasi tentang urgensi kesehatan ibu bersalin, perbaikan pencatatan pelaporan terintegrasi, serta kolaborasi pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan,” jelasnya.
Dokter Spesialis Kandungan, Dewi Ratih Hendarto Putri, yang menjadi narasumber pada acara sosialisasi tersebut, menyampaikan bahwa peran tokoh masyarakat dalam menurunkan AKI menjadi penting.
“Selain itu, tokoh masyarakat juga dapat membantu dalam pemberdayaan masyarakat melalui model pemberdayaan yang telah disusun oleh PKK ataupun Posyandu,” terangnya. Dewi juga menyebut bahwa kepala desa atau lurah juga harus berperan aktif dalam upaya penurunan AKI. “Ini dapat dilakukan melalui kerja sama dengan petugas Puskesmas, kader Posyandu dan tokoh agama atau tetua adat dalam hal mengenal tanda bahaya hamil dan persalinan,” pungkasnya. (mcr19/jpnn)