Praktik Curang Dokter dan RS Kepada Pasien BPJS Kesehatan Diungkap BPJS Watch
Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar mengungkap sejumlah praktik kecurangan (fraud) yang dilakukan rumah sakit terhadap pasien Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), yang menggunakan BPJS Kesehatan. Yakni mulai dari pasien dipulangkan dalam kondisi tidak sadar, hingga diminta membeli obat dan alat kesehatan sendiri.
"Saya pernah mendapatkan laporan ada pasien JKN yang dipulangkan sebuah RS dalam kondisi belum sadar. Sempat dirawat sehari di rumah dengan ketiadaan dokter dan peralatan medis. Pasien tersebut akhirnya dimasukkan ke RS lagi namun selama 8 jam ditangani, nyawa pun tidak tertolong," kata Timboel dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas TV, Senin (20/2/2023).
"Selain itu ada beberapa fraud lainnya yang juga sering dialami pasien JKN misalnya disuruh beli obat sendiri dengan alasan obat di apotik kosong, disuruh membayar alat kesehatan untuk suatu tindakan medis, disuruh beli darah sendiri," tambahnya.
Baca Juga: Tunggu Kesiapan Rumah Sakit, Program KRIS BPJS Kesehatan Diundur Jadi 2025
Recommended by
Menurut Timboel, kecurangan itu sudah terjadi sejak BPJS Kesehatan pertama kali diterapkan hingga saat ini.
Ia menyampaikan, pihak RS yang melakukan kecurangan memanfaatkan kewenangan dokter secara subyektif untuk membatasi perawatan di RS, dengan memulangkan dalam kondisi belum layak pulang.
"Motifnya sederhana saja yaitu mengambil keuntungan. Biasanya tindakan memulangkan pasien dalam kondisi belum layak pulang tersebut akan diikut dengan permintaan kepada pasien tersebut untuk melakukan perawatan lanjutan, sehingga akan muncul biaya INA CBGs baru (aplikasi klaim bagi pasien miskin, red)" ujar Timboel.
Padahal, harusnya RS sebagai mitra BPJS Kesehatan dalam melayani pasien JKN, mematuhi hukum dan perjanjian kerja sama yang ditandatangani oleh RS dan BPJS Kesehatan.
Ia menjelaskan, dalam UU No 44 tahun 2009 tentang RS, disebutkan sejumlah asas pelaksanaan RS. Yakni asas kemanusiaan dan asas keselamatan pasien.
Tidak hanya UU RS, berbagai UU lainnya pun mengatur hal yang sama seperti UU kesehatan, UU Praktik Kedokteran, yang sangat mendukung keselamatan dan kesembuhan pasien.
Tomboel menyebut, perjanjian kerja sama juga sudah sangat jelas mengatur tentang hak-hak pasien di RS untuk mendapatkan pelayanan yang layak, guna memastikan kesembuhan dan keselamatan pasien JKN.
"Fraud yang dilakukan oknum RS dengan memulangkan pasien dalam kondisi belum layak pulang sangat berisiko dan mengancam keselamatan pasien," ucap Timboel.
"Saya kira persoalan fraud-fraud yang dilakukan oknum RS tersebut harus bisa diatasi secara sistemik dengan kemudahan para pasien JKN melaporkannya ke Pemerintah dan BPJS Kesehatan," imbuhnya.
BPJS Watch pun meminta pemerintah untuk memberi sanksi tegas bagi pihak RS yang melakukan kecurangan. Begitu juga dengan dokter yang melakukannya, harus diberi sanksi tegas dari peringatan keras, skorsing hingga pencabutan ijin dokternya.
Apalagi, pemerintah juga memiliki Badan Pengawas RS (BPRS). Lembaga itu harus jelas tindakannya untuk mengantisipasi agar fraud di RS tidak terjadi lagi. BPRS harus dekat dengan masyarakat dan memudahkan akses laporan masyarakat pada saat kejadian di RS.
"Saya menilai selama ini BPRS kurang berbuat untuk masalah-masalah yang dialami pasien JKN. Pemerintah Pusat dan Daerah harus memastikan BPRS berfungsi dengan benar untuk melindungi masyarakat," sebutnya.
Sebenarnya, BPJS kesehatan sudah memiliki Unit Pengaduan seperti yang diamanatkan Perpres no. 82 tahun 2018, yang akan menindaklajuti setiap tindak kecurangan dalam layanannya.
Namun pasien JKN kerap kali belum mengetahui hal tersebut secara lebih jelas.
"Oleh karenanya saya usul agar setiap pasien JKN yang dirawat inap dapat didatangi oleh staf BPJS Kesehatan, dengan memberikan sapa dan dukungan untuk kesembuhannya," tutur Timboel.
"Dan memperkenalkan diri untuk siap membantu bila ada masalah yang dialami dengan memberikan nomor HP yang bisa dihubungi. Cukup 5 menit melakukan hal tersebut," sambungnya.